https://pontianak.times.co.id/
Berita

Ahli Nilai Karyawan PT WKM Tak Layak Dipidana dalam Sengketa Tambang

Rabu, 22 Oktober 2025 - 21:48
Ahli Nilai Karyawan PT WKM Tak Layak Dipidana dalam Sengketa Tambang Suasana saat sidang lanjutan dugaan Pidana tambang yang menyangkut dua karyawan PT WKM, Rabu (22/102025).

TIMES PONTIANAK, JAKARTA – Ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan lanjutan kasus dugaan pidana pertambangan yang menyangkut dua karyawan PT Wana Kencana Mineral (WKM) menyatakan keduanya tidak layak dipidana. 

Sidang menghadirkan dua ahli yang diajukan Jaksa Penuntut Umum: Chairul Huda, ahli hukum pidana, dan Ougy Dayyantara, ahli bidang hukum pertambangan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Keduanya memberikan pandangan hukum terkait unsur tindak pidana pertambangan serta batas kewenangan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP). 

Dalam kesaksiannya, Ougy Dayyantara menjelaskan bahwa setiap pemegang IUP wajib menyelesaikan seluruh izin dan hak atas tanah sebelum melakukan operasi produksi, termasuk pembangunan jalan tambang.

“Kegiatan pertambangan di kawasan hutan hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin pinjam pakai kawasan hutan (PPKH). Hak atas IUP bukan berarti hak atas tanah,” ujarnya di hadapan majelis hakim, Rabu (22/10/2025).

Ougy juga menegaskan, pemasangan patok batas wilayah termasuk bagian dari kegiatan konstruksi, yang tetap membutuhkan izin sesuai ketentuan perundang-undangan.

Menanggapi pertanyaan kuasa hukum PT WKM mengenai apakah pemasangan patok kayu di wilayah IUP sendiri bisa dianggap kegiatan produksi yang memerlukan PPKH.

“Pemasangan tanda batas bukan pelanggaran, melainkan kewajiban sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 1825 Tahun 2021 dan Permen ESDM Nomor 25 Tahun 2018,” terangnya.

Ougy menilai, idealnya koordinasi dilakukan antar pemegang izin. “Sebelum melakukan kegiatan konstruksi di wilayah yang bersinggungan, harus ada koordinasi dan pemberitahuan antar pemegang IUP agar tidak terjadi pelanggaran administratif,” jelasnya.

Sementara itu, Chairul Huda, ahli pidana yang juga dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta, menilai penerapan Pasal 162 Undang-Undang Minerba dalam dakwaan jaksa terhadap dua karyawan PT WKM tidak tepat.

Menurutnya, unsur “menghalangi kegiatan pertambangan” hanya terpenuhi bila terdapat tindakan fisik nyata.

“Perbuatan menghalangi harus berupa tindakan fisik yang benar-benar menyebabkan kegiatan pertambangan pihak lain terhambat,” katanya.

Chairul menegaskan, bila perbedaan muncul karena tafsir batas wilayah izin tambang, maka penyelesaiannya seharusnya melalui mekanisme administratif, bukan pidana.

“Hukum pidana bersifat ultimum remedium, atau upaya terakhir ketika mekanisme hukum lain tidak dapat menyelesaikan persoalan,” ujarnya.

Ia juga menyoroti ketidakkonsistenan dalam dakwaan jaksa yang menyebut lokasi tambang PT Position sah secara izin, namun sekaligus termasuk kawasan hutan lindung.

“Pasal 162 UU Minerba melindungi kepentingan pemegang izin pertambangan, sedangkan Pasal 78 UU Kehutanan melindungi kepentingan negara atas kawasan hutan. Keduanya memiliki objek hukum berbeda dan tidak bisa diterapkan bersamaan tanpa kajian yang cermat,” jelasnya.

Menutup keterangannya, Chairul menyatakan bahwa kriminalisasi terhadap pekerja lapangan tidak memiliki dasar hukum kuat.

“Pegawai yang hanya menjalankan perintah korporasi tidak seharusnya dimintai pertanggungjawaban pidana. Yang bertanggung jawab adalah pengurus, direksi, atau pemberi perintah,” pungkasnya. (*)

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Pontianak just now

Welcome to TIMES Pontianak

TIMES Pontianak is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.